Menteri Wihaji Ajak Keluarga Kembangkan Suasana ‘Ngobrol’ Bersama

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Men dukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd, menilai sudah saatnya pemerintah mengatur penggunaan media sosial untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan.

Adapun sasaran atau intervensi yang dilakukan Kemendukbangga/BKKBN, menurut Wihaji yang baru menjabat menteri dua bulan 10 hari ini, meliputi anak, remaja, calon pengantin, ibu hamil, hingga lansia.

Perubahan nomenklatur dari BKKBN menjadi Kemendukbangga tentu ada sesuatu yang baru. Maka, semua dari baru. Langkah awal adalah logo baru, kultur baru, cara berpikir baru dan pendekatan program dengan cara baru, jangan formalistik. “Kita bekerja untuk melanjutkan dan menyempurnakan,” terang menteri Wihaji.

Dalam mengemban tugas dan fungsi yang diberikan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden No. 180 Tahun 2024, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menelurkan lima program ‘quick win’. Yakni, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan (Gate), AI SuperApps tentang Keluarga, dan Lansia Berdaya.

Dalam pertemuan yang dihadiri para pimpinan tinggi pratama Kemendukbangga/BKKBN, menteri Wihaji juga menyoroti program Gate yang dinilai saatnya untuk mendapat perhatian lebih. “Leadership generasi zilenia sekarang lebih dipengaruhi kaum ibu karena ayah sibuk di luar mencari nafkah. Padahal kehadiran ayah dibutuhkan di usia anak 0-12 tahun. Sementara di usia anak 12-18 tahun, kehadiran ayah sebagai teman,” urai menteri, yang kemudian berinisiasi menelurkan program Gate saat mulai menjabat.

“Kehilangan sosok ayah, lumayan pengaruhnya. Karena itu, ini juga menjadi bagian dari tantangan transisi negara kita,” ujar menteri, seraya mengingatkan pentingnya juga memberdayakan kaum lanjut usia (lansia) yang jumlahnya semakin meningkat seiring meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia menjadi 74,1 tahun.

Bacaan Lainnya

Pemberdayaan Lansia

“Selama ini (terkait pemberdayaan lansia) negara belum hadir. Jika tidak diberdayakan akan menjadi masalah baru. Untuk itu, kami menghadirkan seolah lansia, di mana 2.882 siswa/i S1 hingga S3 sekolah lansia telah kami wisuda beberapa waktu lalu,” tutur menteri. Program utama sekolah informal itu, menurut menteri, adalah ‘healing’ untuk menciptakan lansia yang bahagia, mandiri dan produktif.

Pos terkait