Kepulauan Seribu – Di tengah gemerlap kemegahan Jakarta sebagai ibu kota negara, ada sebuah ironi yang menyayat hati. SD Negeri Pulau Harapan 01 Pagi, salah satu sekolah dasar di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, kini berdiri di ambang kehancuran. Gedung sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar mengajar yang aman dan inspiratif, justru menjadi ancaman mematikan bagi siswa dan guru. Plafon (langit-langit) sudah ambrol, dinding-dinding retak, dan atap bocor saat hujan—semua ini adalah bom waktu yang siap meledak.
Tokoh masyarakat setempat, Nahrawi, angkat bicara dengan nada geram. “Ini bukan lagi soal fasilitas, tapi soal nyawa! Kita berada di Jakarta, pusat kekuasaan dan pembangunan nasional, tapi masih ada sekolah yang kondisinya seperti gubuk reyot. Ini memalukan!” tegasnya. Ia mendesak Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk segera turun tangan melakukan rehabilitasi atau pembangunan ulang gedung tersebut.
Kerusakan gedung ini bukan hanya masalah estetika, melainkan ancaman serius terhadap keselamatan. Beberapa ruang kelas bahkan sudah tak layak digunakan karena plafon yang rapuh bisa runtuh kapan saja. Guru-guru terpaksa memindahkan siswa ke ruang alternatif, seperti halaman sekolah atau ruang perpustakaan yang sempit. Namun, solusi ini hanya tambal sulam yang tidak menjamin keselamatan anak-anak.
“Bayangkan, jika plafon itu runtuh saat anak-anak sedang belajar. Apakah kita harus menunggu korban jiwa dulu baru bertindak?” sindir Nahrawi dengan nada penuh emosi. Ia menegaskan bahwa kerusakan ini adalah cermin ketidakpedulian pemerintah terhadap daerah terpencil seperti Pulau Harapan.
Para orang tua murid juga merasa cemas. Salah satu wali murid, Ibu Siti (38), mengaku tak tenang setiap kali anaknya berangkat ke sekolah. “Anak saya sering pulang dengan cerita bahwa tembok di kelasnya retak-retak, atau plafonnya bergoyang saat angin kencang. Sebagai orang tua, bagaimana mungkin saya bisa tenang? Ini soal masa depan anak-anak kita!” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Meskipun secara administratif masuk wilayah DKI Jakarta, Pulau Harapan sering kali terlupakan dalam agenda pembangunan. Keterbatasan akses transportasi dan lokasi yang jauh dari pusat kota membuat wilayah ini menjadi anak tiri pembangunan. Padahal, pendidikan adalah hak setiap anak, tanpa terkecuali mereka yang tinggal di daerah terpencil.