Rekonsiliasi dan Sinergitas
“Kalau hal itu diotonomkan sepenuhnya kepada daerah, maka tidak bisa dilakukan rekonsiliasi dan sinergitas,” ujar Prof. Budi. Ia mencontohkan soal kepadatan penduduk di Jawa Barat dengan populasi 48 juta jiwa. Sementara ada provinsi yang jumlah penduduknya kurang dari 1 juta jiwa.
“Kalau di provinsi dengan jumlah penduduk sedikit tapi di situ ada kawasan industri yang membutuhkan tenaga kerja banyak, dan di sisi lain ada provinsi yang kelebihan tenaga kerja tetapi keterbatasan lowongan kerja, itu tidak bisa dilakukan rekonsiliasi dan sinergi,” jelasnya.
Maka, persoalan Kependudukan seperti dicontohkan itu hanya bisa dikendalikan kalau urusan kependudukan diselenggarakan di tingkat pusat. Dalam hal ini, Kemendukbangga/BKKBN harus dapat memberikan data demografi untuk mengatasi hal-hal seperti itu.
Prof. Budi mengatakan Kemendukbangga/BKKBN akan mencoba mengkonstruksi data kependudukan yang reliabel, bisa diandalkan. Sehingga di dalam data itu bisa tergambar tidak hanya data makro saja, seperti pertumbuhan jumlah angkatan kerja baru, tetapi juga harus memuat data tentang lowongan pekerjaan yang tersedia. Sehingga semua angkatan kerja bisa terserap di lowongan pekerjaan.
“Kita juga harus bisa memprediksikan, kalau sekian bayi lahir maka sekian tahun kemudian berapa sekolah dan rumah sakit yang dibutuhkan. Atau fasilitas umum yang dibutuhkan harus berapa kapasitas volumenya,” paparnya, seraya menggarisbawahi pentingnya menghadirkan satu data yang komprehensif integratif dalam menangani persoalan kependudukan.
Data kependudukan juga sangat dibutuhkan dunia pendidikan. “Kalau kita punya data Kependudukan yang bisa diandalkan, misal kita akan tahu jumlah tenaga teknik kimia yang dibutuhkan. Kalau surplus lulusan yang tidak bekerja pada bidangnya, maka kita bisa menyuguhkan data kepada Menteri Pendidikan agar tenaga kerja yang tidak terserap dikurangi inputnya, dan ditambah jurusan yang banyak dibutuhkan di market.”
Data Kependudukan yang Reliabel