JAKARTA – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang dan Universitas Indonesia melalui Fakultas Farmasi secara resmi meluncurkan proyek dua tahun bertajuk “ASEAN-Japan Medical Devices Regulatory Training 2025” pada Rabu (14/5/2025). Proyek ini bertujuan untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait regulasi perangkat medis, termasuk tinjauan dan langkah-langkah keselamatan di antara otoritas regulasi, sekaligus mendorong peningkatan kapasitas untuk mencapai harmonisasi regulasi.
Dalam sambutannya, Wamenkes Dante Saksono menekankan pentingnya sinergi ASEAN-Jepang untuk memperkuat sistem izin perangkat kesehatan guna mempercepat akses masyarakat terhadap teknologi medis yang inovatif dan aman. Mengingat peralatan medis sangat penting untuk diagnosis, pencegahan, dan pengobatan penyakit di semua negara
Untuk memfasilitasi pengenalan peralatan medis inovatif yang cepat dan aman di kawasan ASEAN, sangat mendesak dan penting untuk berbagi informasi tentang peralatan ini dan mengembangkan program pengembangan kapasitas bagi otoritas regulasi yang terlibat. Prakarsa-prakarsa ini tidak hanya akan meningkatkan praktik regulasi tetapi juga mendukung operasi perusahaan perangkat medis di seluruh ASEAN.
Menurut Wamenkes, semakin pesatnya kemajuan teknologi, seperti Software as Medical Devices (SaMD), kepintaran buatan (AI), Internet of Things (IoT), serta perangkat diagnostik berdikari di rumah, negara-negara ASEAN dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk merespons tantangan izin secara harmonis.
“Beberapa alat kesehatan yang sudah diproduksi Indonesia misalnya, nantinya akan disupport bagaimana regulator di Indonesia dan bagaimana regulator di Jepang termasuk negara-negara Asean, sehingga kita bisa masuk ke pasar global,” katanya.

Menurutnya pandemi Covid-19 dapat menjadi pembelajaran berharga, di mana saat itu Indonesia kesulitan mendapatkan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan dan masker. Belajar dari kasus pandemi ini, pemerintah terus berupaya mendorong pertumbuhan industri alat kesehatan (alkes) dalam negeri bekerja sama dengan pihak swasta, BUMN dan pihak lainnya. Penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada produk alkes terus ditingkatkan setahap demi setahap,
“Tahap demi tahap TKDN mulai kita tingkatkan, sehingga kita bisa berdiri sendiri dan mungkin kita bisa ekspor ke beberapa negara,” tegas Dante.
ASEAN – Japan Medical Devices Regulatory Training 2025 merupakan program yang berfungsi sebagai forum untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yang membahas berbagai isu terkini terkait perangkat medis dan diagnostik in vitro (IVD) selama periode dua tahun. Acara ini juga sekaligus menjadi wadah pertukaran pengetahuan dan pengalaman antar-regulator, akademisi, industri, serta asosiasi perangkat kesehatan di tingkat regional dan internasional.
Kegiatan tahun pertama dilakukan di Jakarta pada 14–16 Mei 2025, yang mencakup simposium satu hari yang dihadiri oleh sekitar 400 peserta dan 200 peserta daring, serta seminar dua hari untuk 40 regulator perangkat kesehatan dari negara-negara ASEAN. Simposium membahas beragam rumor dari perspektif dunia hingga regional, termasuk pembaruan dari International Medical Devices Regulatory Forum (IMDRF), WHO Prequalification untuk in vitro diagnostic (IVD), dan pemanfaatan SaMD oleh industri Jepang, seperti computer-aided detection (CADe) dan diagnostic (CADx).
Proyek ini didukung penuh oleh Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) serta mendapatkan support tambahan dari Japan International Cooperation Agency (JICA), dan bermaksud memperkuat kapabilitas regulator perangkat kesehatan di area ASEAN menuju pengharmonisan izin yang adaptif terhadap perkembangan teknologi medis.