Dapat Picu Nyeri Hebat, Spesialis Ortopedi RS Eka Hospital Sarankan Metode Ini untuk Tangani Skoliosis pada Lansia

Dr. dr. Phedy, Sp.OT (K) Spine, Konsultan Tulang Belakang Eka Hospital BSD

JAKARTA – Sekitar 2 hingga 5 persen orang lanjut usia (lansia) di Indonesia terdiagnosis menderita skoliosis. Kondisi ini terjadi  akibat proses penuaan, degenerasi tulang belakang, atau osteoporosis. Pada kasus-kasus yang parah, skoliosis pada lansia dapat menyebabkan rasa nyeri yang sangat hebat dan syaraf terjepit.

Meskipun demikian, penanganan yang tepat pada skoliosis degeneratif dapat membuat seorang lansia beraktivitas normal. Beberapa metode penanganan yang bisa digunakan untuk menangani skoliosis degeneratif adalah terapi fisik, obat-obatan, penggunaan brace, atau operasi dapat membantu mengelola kondisi ini.

Hal itu disampaikan Dr. dr. Phedy, Sp.OT (K) Spine, Konsultan Tulang Belakang Eka Hospital BSD pada temu media, Kamis (27/2/2025).

Skoliosis adalah kondisi kelainan bentuk tulang belakang yang menyebabkan tulang belakang melengkung ke samping. Kelainan ini kata Dr Phedy, dapat terjadi pada berbagai usia, termasuk lansia. “Skoliosis yang terjadi pada lansia biasanya dikenal sebagai skoliosis degeneratif,” ujarnya.

Menurutnya, skoliosis degeneratif pada orang tua sering kali disertai dengan gangguan kesetimbangan tubuh baik ke samping maupun ke belakang sehingga tubuh penderita tampak miring ke samping dan bungkuk ke depan. Pada kasus yang berat, skoliosis degeneratif dapat disertai dengan persgerseran tulang belakang dan syaraf terjepit.

Bacaan Lainnya

Penyebab skoliosis pada lansia lanjut Dr. Phedy, umumnya terjadi karena beberapa faktor, yakni

  • Penuaan diskus dan sendi. Penuaan menyebabkan bantalan antara tulang belakang menipis dan terkadang tidak simetris, sehingga tulang belakang menjadi tidak stabil.
  • Tulang yang melemah akibat osteoporosis dapat menyebabkan perubahan bentuk dan kemiringan tulang belakang.
  • Artritis tulang belakang. Peradangan pada sendi tulang belakang dapat menyebabkan nyeri dan perubahan bentuk tulang.
  • Cedera atau trauma. Cedera lama atau jatuh dapat berkontribusi terhadap skoliosis degeneratif.

Diakui Dr Phedy, gejala skoliosis pada lansia sangat bervariasi, tergantung tingkat keparahannya. Beberapa gejala umum meliputi tubuh terlihat semakin miring ke samping atau semakin membungkuk, nyeri punggung yang kronis, postur tubuh yang tidak simetris, seperti bahu atau pinggul yang lebih tinggi dari sisi lainnya, terdapat punuk pada punggung bawah, cepat lelah akibat postur tubuh yang tidak seimbang dan kesulitan berjalan atau berdiri dalam waktu lama.

“Dalam kasus yang lebih parah, dapat terjadi jepitan syaraf sehingga timbul nyeri ke tungkai, kesemutan, kebas, hingga ke kelemahan,” kata Dr Phedy.

Untuk menegakkan diagnosis skoliosis, dokter jelaas Dr Phedy, akan melakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, seperti:

  • Rontgen guna melihat tingkat kelengkungan tulang belakang.
  • MRI atau CT Scan untuk mengevaluasi struktur jaringan di sekitar tulang belakang, termasuk saraf dan bantalan tulang.
  • Tes kepadatan tulang, untuk menentukan apakah osteoporosis berkontribusi terhadap skoliosis.

Lebih lanjut Dr. Phedy menjelaskan penanganan skoliosis pada lansia bertujuan untuk memperbaiki keseimbangan, mengurangi nyeri, memperbaiki mobilitas, dan mencegah progresivitas kelengkungan tulang belakang. Beberapa metode pengobatan yang dapat diterapkan meliputi pertama terapi fisik dan latihan baik berupa latihan peregangan dan yoga, latihan penguatan otot inti dan punggung, maupun latihan keseimbangan untuk mengurangi risiko jatuh.

“Latihan fisik dan terapi fisik dapat membantu memperkuat otot penopang tulang  belakang dan meningkatkan fleksibilitas,” katanya.

Kedua, dengan obat-obatan. Penggunaan obat dapat membantu mengurangi nyeri dan peradangan serta untuk mengobati osteoporosis.

Ketiga, penggunaan penyangga (brace). Penggunaan brace tidak dianjurkan pada skoliosis degeneratif. Brace hanya diberikan bila terdapat nyeri hebat akut dan hanya boleh dipakai untuk jangka pendek.

Dan keempat adalah tindakan operasi. Operasi diindikasikan bila skoliosis yang dialami mencapat kelengkungan lebih dari 50 derajat. Bila terdapat gangguan kesetimbangan lebih dari 3 cm baik ke depan maupun ke samping yang tidak membaik dengan terapi fisik, operasi dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang disertai dengan tulang punggung yang bergeser sehingga menimbulkan jepitan syaraf berat, juga perlu dilakukan operasi.

Pencegahan skoliosis pada lansia

Meskipun skoliosis degeneratif tidak selalu dapat dicegah, beberapa langkah berikut dapat membantu menjaga kesehatan tulang belakang:

  • Menjaga postur tubuh yang baik saat duduk, berdiri, atau berjalan.
  • Melakukan olahraga secara teratur untuk memperkuat otot punggung dan meningkatkan fleksibilitas.
  • Mengonsumsi makanan kaya kalsium dan vitamin D untuk menjaga kesehatan tulang.
  • Menghindari kebiasaan buruk, seperti membungkuk saat duduk atau membawa beban berat secara berlebihan.
  • Menghindari asap rokok
  • Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk mendeteksi kelainan tulang sejak dini.

Pencegahan melalui gaya hidup sehat juga penting untuk menjaga kesehatan tulang belakang dan mengurangi risiko skoliosis degeneratif. Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala skoliosis, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *