Penutup: Di Sini, Kata Menemukan Umatnya
Hari itu, sastra tak lagi berdiri sendirian. Ia berjalan bersama. Dan yang paling penting: ia kembali dihidupi.
Di tengah dunia yang serba cepat dan digital, sastra tetap lambat. Tapi justru karena itulah ia penting. Ia memanggil kita untuk berhenti sejenak, merenungi, meraba ulang nilai-nilai yang sering tercecer di antara notifikasi dan algoritma.
> “Selama kata masih dirawat, harapan bangsa belum benar-benar padam.”
~ Goenawan Mohamad
Kosakata hadir untuk merawat kata. Dan dalam kata, kita merawat bangsa. Di rumah inilah kita tumbuh, saling belajar, dan saling menyembuhkan. Sebab rumah sejati, selalu adalah tempat di mana luka bisa bicara dan harapan tak diusir.
Biodata Penulis
Emi Suy adalah nama pena dari Emi Suyanti, lahir di Magetan, Jawa Timur, 2 Februari 1979. Ia dikenal sebagai penyair perempuan yang konsisten menyuarakan spiritualitas, luka, dan keperempuanan melalui puisi-puisinya yang lirih dan reflektif. Namanya tercatat dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2018), serta Apa Siapa Perempuan Pengarang Indonesia (Kosa Kata Kita, 2024).
Karya-karyanya antara lain: Tirakat Padam Api (2011), Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), Api Sunyi (2020), Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami (2022), Interval (esai, 2023), dan Algoritma Kesunyian (bersama Riri Satria, 2023). Puisinya hadir di berbagai media nasional seperti Kompas, Media Indonesia, Banjarmasin Post, Suara Merdeka, dan Pikiran Rakyat, serta lebih dari 200 antologi bersama.
Ia juga menekuni fotografi dan seni rupa. Karyanya terpilih dalam The Power of Woman (Bandung, 2016) dan Kecil Itu Keren (KIK) 2025 bersama 500 perupa dari 13 negara. Dalam bidang literasi, Emi menerima penghargaan Buku Puisi Terbaik dari Perpustakaan Nasional RI (2019), Basa-Basi Award (2019), dan Nominasi Sayembara Buku Puisi Yayasan Hari Puisi (2020).
Ia tampil membaca puisi di berbagai forum sastra nasional dan internasional, seperti Pertemuan Penyair Nusantara XII (Kudus), Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (Tanjung Pinang), dan Temu Penyair Asia Tenggara II (Padangpanjang).
Selain bersastra, Emi aktif sebagai pendiri Komunitas Jejak Langkah, co-founder Jagat Sastra Milenia (JSM), dan kini memilih jalur independen untuk menjaga suara estetiknya tetap jujur. Saat ini, ia bergiat di komunitas KOSAKATA Jakarta Barat sebagai anggota Divisi Literasi.(Las)