“Di dalamnya kita temukan cinta pada kampung halaman, pada syair tua yang berdenyut di tubuh Didong, dan pada lenggang sakral Tari Guel yang melambangkan kemuliaan.Sebagai Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, saya menilai buku ini sangat penting sebagai bahan ajar, rujukan ilmiah, maupun sebagai ruang apresiasi budaya,” pungkasnya.
Acara juga diselingi dengan pembacaan puisi dari buku “Didong dan Tari Guel dari Gayo, Aceh” karya LK.Ara antara lain menghadirkan Ketua Komite Panitia Pelaksana Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA) Prof Rahmat Salam yang tampil membacakan puisi bertajuk “ALA: Suara Yang Tak Boleh Padam”.
Rahmat Salam mengaku menerima kiriman puisi itu dari LK Ara melalui WhatsApp sesaat setelah menunaikan tahajud.
“Saya baca berulang-ulang, saya menangis membaca puisi ini,” cerita Rahmat Salam.
Kemudian pembacaan puisi oleh entomusikolog Endo Suanda, Moctavianus Masheka, Swary Utami Dewi, Jose Rizal Manua, dan masih banyak lagi.
Acara juga dihadiri sejumlah seniman ,penyair, sastrawan, dan budayawan antara lain Nanang R Supriyatin, Pulo Lasman Simanjuntak, Putra Gara, Giyanto Subagio , Wig SM , dan Nuyang Jaimee (Lasman)