Pandangan Terhadap Novel Sastra ‘Salah Asuhan’ dari Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Universitas Andalas

Kepedihan yang dirasakan oleh hanafi dengan alasan kita tidak sederajat untuk garis keturunan mengubah segala hal tentang kehidupan hanafi setelah tidak bersama Corie.

Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalan mulus. Hanafi tidak merasa bahagia, meskipun dari hasil perkawinannya dengan Rapiah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Syafei.

Hanafi beranggapan bahwa penyebabnya adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjadi tempat segala kemarahan Hanafi.

Meskipun Rapiah diperlakukan begitu oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.

Begitu juga dengan Rapiah yang dengan kesabaran yang utuh, menerima cinta Hanafi seutuhnya. Hal ini bisa dijadikan pelajaran juga bahwa kita mencari orang yang bisa membahagiakan kita bukan mencari orang yang kita buat bahagia.

Bacaan Lainnya

Karena belum tentu orang yang kita bahagiakan tersebut dapat bersama kita untuk selamanya. Orang bisa saja berubah kapan saja tetapi seseorang yang tulus ingin bersama kita, itulah orang yang akan kita cari.

Suatu saat kita akan merasakan kehilangan yang amat mendalam seperti halnya hanafi yang jatuh sakit diakhir cerita.

Hanafi yang sombong setelah menikah dengan corie pada akhirnya dalam cerita tersebut membuat kita seakan-akan paham bahwa kekuatan cinta dapat dikalahkan oleh kebiasaan ketika itu. Kebiasaan menjadi pemenang diantara semua hal.

Setelah tidak bersama Corie hanafi seakan-akan tersadar bahwa Rapiah yang sabar tetap menjadi rumah untuk tujuan dia pulang.

Novel ini secara tematik tidak lagi mempermasalahkan adat kolot yang sering sudah tidak sejalan lagi dengan kemajuan zaman, melainkan jelas hendak mempetanyakan kawin campur antar bangsa.

Dilihat dari perkembangannya sejak Siti Nurbaya, tampak jelas adanya pergeseran tema, persoalannya tidak lagi kawin adat, kawin antarsuku, tetapi kawin antarbangsa.

Ternyata persoalannnya tidak sederhana, ia menyangkut perbedaan adat istiadat, tradisi, agama, budaya, serta sikap hidup yang tidak mudah ditinggalkan .

Demikian tulisan ini disampaikan oleh Abdul Jamil Al Rasyid , mahasiswa jurusan sastra minangkabau di Universitas Andalas pada Minggu siang, 12 Januari 2025.(Las)

 

Pos terkait