JAKARTA– Pementasan langen mataya bedhayan gandrungmanis, reaktualisasi tari berdasarkan naskah kuno akan berlangsung di ruang serbaguna lantai 4 Perpustakaan Nasional RI, gedung Jln.Merdeka Selatan, Jakarta Pusat pada Minggu 26 Oktober 2025 mulai pukul 13.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB.
Penata tari Naufal Anggito Yudhistira, penasihat tari Ely D Lutan, pelatih karawitan Ngatiman, dan pemusik UKM Karawitan Sekar Widya Makara UI.Sedangkan para penari terdiri dari Dayinta Melira, Indah Prawita, Dwi Candra Auliya, Kurnia Dewi, Ika Anggraeni, Triana Olivia, Rini Kusumawati, Lembayung Ranum, dan Dewi Nur
“Pertunjukan bertajuk langen mataya bedhayan gandrungmanis ini adalah suatu pentas yang mengusung semangat revitalisasi dan penggalian tari Jawa klasik gaya Surakarta,” jelas Naufal Anggito Yudhistira,M.Hum, Penata Tari yang juga adalah Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (UI) kepada wartawan di Jakarta, Senin pagi (20/10/2025).
Menurutnya pada pementasan ini akan disajikan tari bedhaya gandrungmanis yang didasari pada proses penelitian disertasi Naufal Anggito Yudhistira di Universitas Indonesia terkait bedhaya gandrungmanis yang telah punah.
Pementasan ini melibatkan berbagai penari dan pengrawit muda yang berdomisili di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
“Hal ini dilandasi semangat untuk memperkenalkan tari klasik gaya Surakarta bagi generasi muda sekaligus untuk menjaring dan meregenerasi penari-penari Jawa klasik di Jakarta,” katanya lagi.
Semangat regenerasi ini merupakan bagian dari upaya pengembangan seni sebagai wahana edukasi (art for education).
Pementasan bukan menjadi titik final dari upaya proses panjang penggalian tari bedhaya gandrungmanis, namun menjadi bagian dari proses panjang yang seolah tiada henti.
Pementasan yang akan digelar pada 26 Oktober 2025 bukan bertujuan untuk mementaskan sesuatu yang “sempurna”. Pementasaan menjadi bagian dari proses belajar dan regenerasi insan pegiat seni tradisi.
Proses Latihan Tari
Proses latihan bedhaya gandrungmanis sudah dimulai sejak Juni 2025. Proses latihan tahap awal adalah proses penggalian gerak dan pemantapan bentuk tari. Latihan tari baru berjalan dengan efektif sejak bulan Agustus 2025.
Proses latihan tari dimulai dengan proses pemberian hafalan berbagai gerakan, pemberian hafalan pola lantai, merapikan teknik gerak, latihan dengan pemusik, dan terakhir adalah proses latihan penghayatan.
Latihan dengan pemusik dilakukan bersama tim Karawitan UKM Sekar Widya Makara UI di gedung Pusgiwa (Pusat Kegiatan Mahasiswa) UI dengan dibantu pelatih Ngatiman.
Proses inti latihan pementasan langen mataya bedhayan gandrungmanis dilakukan terhitung sejak 19 September 2025 di Pusgiwa UI.
Kegiatan ini diawali dengan upacara selamatan atau wilujengan sebagai pembuka proses tempuk gendhing (latihan bersama pemusik dan penari).
Kegiatan ini dilanjutkan dengan latihan perdana bedhaya gandrungmanis dengan diiringi gamelan secara langsung.
Memasuki awal bulan Oktober 2025, latihan turut didampingi Ely D Lutan, salah satu maestro tari Jawa klasik yang tinggal di Jakarta.
“Beliau banyak memberikan arahan detail gerak, pemahaman musikal, dan penghayatan tari bedhaya,” ucap Naufal Anggito Yudhistira.
Proses latihan tari bedhaya gandrungmanis mengalami banyak tantangan yang membuat proses pra-pementasan menjadi sangat menarik.
Pertama, adalah pencarian titik temu antara pemusik dan penari. Kesepahaman garap, teknis, dan rasa menjadi penting dalam upaya mewujudkan suatu pertunjukan tari yang utuh.
Kedua, perbedaan gaya tari dari masing-masing penari. Perbedaan gaya-mazhab dari masing-masing penari ini tidak lain adalah gambaran kekayaan ragam dan cabang tradisi tari klasik gaya Surakarta.
Hal ini justru membuat proses pencarian bentuk dan perwujudan tari bedhaya gandrungmanis semakin dinamis dan menarik.
Selama proses pemahaman rasa dan kebatinan tari yang diberikan oleh Ely D Lutan, tampak bahwa aspek olah rasa menjadi sangat penting.
Kesembilan penari Bedhaya pada prinsipnya adalah satu kesatuan, sehingga mencari titik temu rasa dari kesembilan penari menjadi suatu tantangan tersendiri.
Terlebih lagi, proses ini dilakukan dalam waktu yang tergolong cepat. Para penari merasakan banyak sentuhan-sentuhan tersendiri dalam batin mereka selama proses latihan.
Mereka semakin mengenali tubuh, memahami bahwa tubuh ini adalah bagian tidak terpisahkan dengan diri mereka.
Penari memahami bahwa mencoba memahami rasa bedhayan adalah upaya mempertahankan konsentrasi dengan rasa pasrah dan rendah hati, namun tetap bersyukur pada segala daya yang bersumber dari Tuhan.
Pementasan akan digelar di Ruang Serbaguna lantai 4 Perpustakaan Nasional RI. Pemilihan tempat pertunjukan di Perpustakaan Nasionaal RI tidak lain adalah wujud harapan bahwa tari Bedhaya Gandrungmanis yang digali berdasarkan naskah kuno ini dapat diapresiasi lebih luas lagi.
“Perpustakaan Nasional RI senantiasa membuka ruang bagi siapa saja, termasuk para pegiat seni, yang hendak membuat acara berbasis literasi. Pementasan ini tidak dapat dilepaskan dari proses literasi naskah kuno yang menjadi salah satu semangat pemajuan budaya Indonesia,” pungkasnya.(Lasman)








