JAKARTA– Puisi tanpa meta teknologi kecerdasan buatan ( AI ) karya Penyair Pulo Lasman Simanjuntak (63) -yang juga dikenal sebagai pewarta dan rohaniawan- di bawah ini silahkan dibaca.
KEMARAU MEMBAKAR SAJAKKU
sungguh,
kemarau telah membakar sajakku
cuaca ganas
merayap-rayap
di atas pohon meranggas
daunnya sudah rontok
mengeluarkan semburan
gas berapi
lidah kemarau yang keji
nyaris melahap
ratusan ikan
dalam kolam
kekeringan
aku berjalan perlahan
pasti berkeringat
karena matahari
sudah lelah
berteriak-teriak
kunyanyikan mantera-mantera awan
dari seberang lautan
tak lagi berombak
sungguh
kemarau telah membakar sajakku
suhu udara panas
menyiksa
sekujur tubuh
disiram air tanah
keruh
berbau busuk
sunyi hanya mengalirkan darah beku
mengerikan
mematikan
mengejar hujan buatan
Jakarta, Minggu, 22 Oktober 2023
KHOTBAH
khotbah selama berabad-abad
sudah dipanggil
di atas mimbar tradisional
sampai ditelan dengan rakus
kelaparan media digital
kami ingin berjalan pasti
menerobos langit merah
meskipun setiap jam berdentang
mengalahkan keras
kita tersesat
di permukiman liar
tidak bisa menyanyi lagi
sekitar lima ribu orang
makan roti komuni
ikan ikut terbang
benua orang-orang kesepian
haruskah kita bermain sandiwara?
seluruh pesan surga
disampaikan berulangkali
di layar zoom
menyanjikan segelas jeruk
di perut matahari
sementara fashion kita
benar-benar beku
terpukul keras oleh bulan
di bawah jembatan
seribu mobil terapung
trotoar jalan remang-remang
air toilet bertebaran
aku tidak bisa lagi
melanjutkan khotbah ini
karena harus bergegas
kembali ke rahim bumi
dengan tangan berkerudung
di sembilan mata angin
berjualan amarah
sangat membosankan
Jakarta, tahun 2023
“Kali ini, melalui dua judul puisinya itu yakni Kemarau Membakat Sajakku dan Khotbah Penyair Pulo Lasman Simanjuntak memainkan efek perlokusi (daya respons) pembacanya,” komentar Prof.Dr.Wahyu Wibowo Dosen Mata Kuliah Filsafat Bahasa di Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional (UNAS) di Jakarta, Kamis (13/2/2025)