JAKARTA– Puisi berjudul “Meditasi Batu” karya Pulo Lasman Simanjutak itu cocok untuk lirik lagu, karena tipografinya sederhana dan rapi.
“Dalam puisi ‘Meditasi Batu’ jumlah baris tiap baitnya empat baris, terdiri dari empat bait, tentu mudah untuk memusikalisasikannya. Seperti puisi-puisi karya Taufiq Ismail yang dinyanyikan oleh Bimbo,” kata Penyair dan Sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda dalam wawancara khusus dengan harianterbit.news di Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Ketika diminta pendapatnya tentang tembang puitik (oleh Komponis Ananda Sukarlan-red) untuk puisi berjudul “Meditasi Batu” karya Penyair Pulo Lasman Simanjuntak yang akan dibawakan dalam sebuah konser (resital) oleh Zoe Hong Yee Huay-seorang mezzo soprano-dari Malaysia di Ledger Recital Room Royal Conservatoire of Scodland Glasgow di Skotlandia, Inggris, Kamis sore tanggal 20 Maret 2025.Konser Zoe Hong Yee Huay tersebut untuk menyelesaikan kuliah S2-nya (ujian akhir) untuk Master of Music di RCS Glasgow.
Dikatakan lagi oleh Ahmadun Yosi Herfanda-dikenal sebagai salah satu deklator dan konseptor Hari Puisi Indonesia ini- misalnya “Sajadah Panjang” yang populer itu.
“Jika ingin dilirik oleh musisi untuk dinyanyikan ya buatlah puisi-puisi yang tipografinya sederhana seperti itu. Meskipun sederhana tidak berarti puisi ‘Meditasi Batu’ itu jelek. Puisi yang ditulis Pulo Lasman Simanjuntak tahun 2023 itu bagus dan religius. Juga simbolik. Pesannya mencerahkan,” kata mantan Redaktur Sastra Harian Umum REPUBLIKA ini.
“Mungkin karena itu juga yang membuat Komponis & Pianis Ananda Sukarlan memilih puisi berjudul ” Meditasi Batu” karya Pulo Lasman Simanjuntak itu untuk dimusikalisasikan menjadi sebuah tembang puitik,” pungkasnya.
Patut Diapresiasi
Sementara Prof.Dr.Wahyu Wibowo, Dosen Mata Kuliah Filsafat Bahasa pada Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional (UNAS) Jakarta mengatakan puisi dinyanyikan, dengan topik keagamaan-seperti yang suka kita dengarkan di mana-mana- memang sudah lama kita jumpai, sebagai bagian dari upacara keagamaan.
Bahkan, kemudian para musisi klasik juga kerap kita dengarkan banyak menggubah puisi ke dalam bentuk musik, menjadi suatu tembang puitik yang diharapkan bisa menambah estetik suatu pergelaran.
Lalu, muncul “aksi” musikalisasi puisi (memusikkan puisi), seperti yang pernah disuguhkan oleh Bimbo terhadap puisi karya Taufiq Ismail. Juga, musikalisasi puisi yang disajikan oleh Reda terhadap puisi karya Sapardi Djoko Damono.
Perpaduan yang selaras antara nada (musik) dan estetika bahasa pada sebuah puisi agaknya menyebabkan mengapa puisi kerap dimusikkan oleh komponis.
“Kemanjaan kita pada bunyi musik, dan kesetiaan kita pada pembongkaran “rahasia” puisi, setidaknya menyebabkan mengapa puisi suka dimusikkan. Lagi pula, dari sisi imaji dan teknik pengucapannya, sering kali puisi menjadi lirik yang sudah siap untuk dimusikkan. Bukan lirik yang mendayu-dayu, yang sekadar menggambarkan kisah cinta, misalnya,” ucap Prof.Dr.Wahyu Wibowo, Penyair dan Sastrawan yang telah menulis 50 judul buku sastra, budaya, karya ilmiah, jurnalistik, dan masih banyak lagi kepada harianterbit.news di Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Menurutnya pantun atau gurindam- dalam lagu-lagu Jawa, yang dimusikkan oleh para komponis melalui gamelan-contohnya, juga pada dasarnya melahirkan estetika bunyi yang mampu menghanyutkan pendengarnya.
Suasana ini, yang juga bisa disebut ekstasi, memang kemudian berpotensi manusia menjadi reflektif (karena dirinya bisa sejenak retret atau berjarak dengan kehidupannya, lalu melakukan perenungan).
“Itu pula yang patut diapresiasi ketika puisi karya Pulo Lasman Simanjuntak, berjudul “Meditasi Batu”, diangkat oleh komponis Indonesia, Ananda Sukarlan, menjadi sebuah tembang puitik, dan lalu dibawakan di luar negeri,” ujarnya.
Di tengah kesedihan tentang betapa kebudayaan asing telah menggerogoti sendi-sendi budaya Indonesia, dan di tengah keprihatinan tentang “nasib” puisi Indonesia di kancah global, puisi berjudul “Meditasi Batu” karya Pulo Lasman Simanjuntak-yang dimusikkan oleh komponis Ananda Sukarlan itu-setidaknya menerbitkan suatu horison baru tentang musikalisasi puisi Indonesia di kancah global. Horison baru yang juga mampu membuat manusia Indonesia melakukan retret.
Kebebasan Penyair
Puisi
Pulo Lasman Simanjuntak
MEDITASI BATU
pada akhirnya
kutikam pertarungan
berulangkali
tanpa belati tajam
amarah manusia lama
meledak
dari lautan
paling dalam
maka harus kuakhiri
dengan meditasi batu
untuk menabur suara ilahi
di tanah berbuah
tanpa harus melirik
tabiat orang lain
karena aku wajib
jadi manusia baru
Jakarta, Selasa 21 Februari 2023
“Puisi ‘Meditasi Batu’ di atas tadi melahirkan pertanyaan menikam pertarungan? Kalau imaji penyair Pulo Lasman Simanjuntak dipahami secara gamblang, agaknya kita akan kesulitan menggambarkan apa yang dikesankan dalam puisi tersebut,” ucap Prof.Dr.Wahyu Wibowo yang dikenal sebagai Penyair dan Sastrawan Angkatan 2000 ini.
Apalagi, kalau kita menjejak pada prinsip ‘kebebasan penyair’, yang oleh karena itu justru menjauhkan kita dengan ‘maunya’ Lasman Simanjuntak.