Oleh : Wildan Mutaqin)*
Sejarah Masyumi dan Relevansi Masa Kini
Partai Masyumi, atau Majelis Syuro Muslimin Indonesia, didirikan pada 7 November 1945 sebagai wadah politik bagi umat Islam Indonesia pasca-kemerdekaan. Partai ini bertujuan untuk melenyapkan kolonialisme dan imperialisme, serta memperjuangkan kepentingan umat Islam dalam kancah politik nasional.
Selama masa demokrasi parlementer, Masyumi memainkan peran signifikan dalam politik Indonesia. Partai ini aktif di forum internasional, berperan dalam penumpasan gerakan separatis seperti DI/TII, dan konsisten dalam perjuangannya, sehingga menjadi musuh terberat Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, hubungan Masyumi dengan Presiden Sukarno mengalami pergeseran dari harmonis menjadi konflik, yang berujung pada pembubaran partai ini pada tahun 1960.
Setelah lebih dari empat dekade, muncul wacana untuk membangkitkan kembali Masyumi melalui gerakan “Masyumi Reborn”. Pendukungnya berpendapat bahwa kebangkitan ini dapat menjadi referensi bagi partai politik dengan afiliasi Islam dalam menghadapi dinamika politik kontemporer. Namun, relevansi Masyumi di era modern menjadi perdebatan. Beberapa pihak melihatnya sebagai simbol ukhuwah yang dapat menyatukan umat Islam di tengah fragmentasi politik saat ini.
Tantangan yang dihadapi berbeda dengan era awal kemerdekaan. Konteks politik, sosial, dan tantangan zaman sekarang jauh berbeda dengan era Masyumi pertama kali berdiri. Muncul pertanyaan apakah Masyumi Reborn mampu menawarkan solusi konkret untuk permasalahan bangsa atau hanya membawa narasi yang sama dengan partai-partai Islam lain yang sudah ada. Tanpa visi yang segar dan inovasi, partai ini berpotensi hanya menjadi “papan nama” tanpa substansi. Dalam konteks politik identitas yang semakin menguat, kehadiran Masyumi Reborn juga dapat memunculkan kembali isu politik identitas berbasis agama yang eksklusif.
Di tengah masyarakat plural seperti Indonesia, ini berisiko menciptakan gesekan horizontal yang semakin memperburuk polarisasi. Secara keseluruhan, sejarah Masyumi memberikan pelajaran berharga tentang peran partai politik Islam dalam dinamika politik Indonesia. Namun, relevansi dan efektivitas kebangkitan kembali partai ini di era modern memerlukan kajian mendalam, dengan mempertimbangkan konteks sosial-politik saat ini dan kebutuhan nyata masyarakat Indonesia.
Motivasi di Balik Kebangkitan Masyumi Reborn Ambisi Idiologis atau Kepentingan Politik Pragmatis?
Kebangkitan Partai Masyumi Reborn pada 7 November 2020 membawa kembali diskursus tentang peran politik Islam di Indonesia. Langkah ini bukan hanya upaya untuk menghidupkan kembali semangat perjuangan Masyumi sebagai salah satu partai besar di era awal kemerdekaan, tetapi juga upaya menjawab kegelisahan sebagian umat Islam terhadap realitas politik saat ini. Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah kebangkitan Masyumi Reborn didorong oleh ambisi ideologis yang tulus atau sekadar kepentingan politik pragmatis untuk meraih kekuasaan.
Masyumi, pada masa kejayaannya, dikenal sebagai partai yang memperjuangkan ideologi Islam dengan visi politik yang terstruktur. Sebagai partai berbasis agama, Masyumi berupaya memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pendidikan, ekonomi, dan politik.
Namun, sejak pembubarannya oleh Presiden Sukarno pada 1960, posisi politik Islam di Indonesia mengalami fragmentasi. Hal ini diperparah dengan munculnya banyak partai Islam yang tidak lagi menjadikan ideologi sebagai landasan utama perjuangan mereka, tetapi lebih terjebak dalam pragmatisme politik. Dalam konteks ini, kebangkitan Masyumi Reborn dipandang sebagai upaya untuk mengembalikan fokus politik Islam kepada nilai-nilai ideologis yang adil, bermartabat, dan berorientasi pada kepentingan umat.
Namun, di sisi lain, muncul dugaan bahwa Masyumi Reborn hadir lebih karena pertimbangan pragmatisme politik. Dalam beberapa dekade terakhir, suara partai-partai berbasis Islam cenderung menurun, dan kekuatan politik Islam semakin terpecah-pecah. Pendiri Masyumi Reborn mungkin melihat celah ini sebagai peluang untuk membangun basis kekuatan baru dengan menghidupkan nostalgia akan kejayaan Masyumi di masa lalu. Dengan mengusung simbol dan nama besar Masyumi, partai ini berpotensi menarik simpati dari kelompok masyarakat yang merasa terpinggirkan oleh politik arus utama.
Tantangan terbesar bagi Masyumi Reborn adalah memastikan bahwa perjuangannya relevan dengan kebutuhan zaman. Di era modern ini, masyarakat semakin kritis terhadap partai politik yang hanya mengandalkan retorika tanpa menawarkan solusi konkret. Oleh karena itu, Masyumi Reborn harus mampu menghadirkan agenda yang jelas dan terukur, terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat. Tanpa itu, kebangkitan partai ini dikhawatirkan hanya menjadi gerakan simbolis yang tidak memberikan dampak nyata bagi umat.
Selain itu, Masyumi Reborn juga harus berhadapan dengan tantangan politik identitas yang semakin tajam di Indonesia. Dalam masyarakat yang plural seperti Indonesia, pendekatan politik berbasis agama yang terlalu eksklusif berisiko menciptakan polarisasi yang lebih dalam. Oleh karena itu, jika Masyumi Reborn ingin berhasil, mereka harus mampu menawarkan visi politik Islam yang inklusif, moderat, dan toleran. Hal ini penting agar partai ini tidak hanya menjadi perwakilan kelompok tertentu, tetapi dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.