RSCM Gelar Sarasehan Bincang Asik Seputar Kanker, Bahas Pentingnya Deteksi Dini untuk Selamatkan Penderita

Sarasehan Bincang Asik Seputar Kanker yang digelar RSCM

JAKARTA – Tingkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini terhadap kanker payudara, RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) melalui Tim Tata Kelola Pengembangan Pelayanan dan Pengampuan Kanker Terpadu gelar Sarasehan bertajuk “Bincang Asik Seputar Kanker: Kolaborasi di Bulan Peduli Kanker Payudara”, pada Jumat (17/10/2025). Kegiatan yang berlangsung di Hall RSCM Kiara lantai 12 tersebut dihadiri jajaran direksi RSCM, komunitas peduli kanker payudara, penyintas kanker dan masyarakat umum.

Dalam sambutannya, Direktur Utama RSCM dr. Supriyanto Dharmoredjo, Sp.B, FINACS, M.Kes menjelaskan deteksi dini menjadi kunci penting penanganan kanker payudara. Melalui deteksi dini, peluang survive penderita kanker lebih tinggi.

“Karena pentingnya deteksi dini, WHO menargetkan 60 persen penderita kanker payudara bisa terdiagnosis sejak awal,” ujar Supriyanto.

Diakui Supriyanto, kanker payudara hingga saat ini masih menjadi hal menakutkan bagi penderita. “Begitu terdeteksi kanker, mereka merasa seolah dunia sudah runtuh sehingga secara psikologi sudah jatuh duluan,” sambungnya.

Menurutnya faktor psikologis pasien sangat penting dalam melawan kanker. Seorang pasien yang menerima dengan kerelaan hati, ketenangan, dan menerima vonis kanker, umumnya berani melanjutkan berbagai pengobatan dan terapi kanker seperti radioterapi dan kemoterapi. “Mereka inilah yang survive,” jelasnya.

Bacaan Lainnya

Ia memastikan bahwa sebagai pusat rujukan nasional, RSCM memberikan pelayanan pengobatan kanker hingga paripurna baik dari segi pembiayaan maupun teknologi pengobatan. “Asal mau berobat, kanker bisa diatasi dengan baik dan paripurna,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Tata Kelola Pengembangan Pelayanan dan Pengampuan Kanker Terpadu RSCM, Prof. Dr. dr. Soehartati Gondhowiardjo, Sp.Onk.Rad(K), menekankan deteksi dini dan tatalaksana yang tepat waktu merupakan langkah paling efektif untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.

“Penting juga untuk mengedukasi guna menghilangkan stigma tentang kanker payudara. Karena banyak pasien yang mendapatkan informasi-informasi menyesatkan, PHP atau pemberi harapan palsu, dan berbagai pengobatan yang tidak terstandar. Ini yang mengakibatkan pasien datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi terlambat,” ujar Prof Tatik.

Ia juga menekankan pentingnya awarness terhadap kelompok berisiko seperti menopause dini, mentruasi dini, tidak menyusui dan genetic (keturunan). Terhadap orang berisiko ini, deteksi dini dengan cara paling sederhana berupa Sadari harus dilakukan secara rutin. Sadari ini sudah cukup efektif untuk mendeteksi benjolan abnormal yang bisa diduga sebagai kanker. “Perlu dicatat bahwa tidak semua benjolan di payudara adalah kanker. Hanya sekitar 15 sampai 20 persen yang memang benar-benar kanker,” tambahnya.

Menurutnya, upaya eliminasi kanker tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan memerlukan sinergi antara tenaga kesehatan, komunitas, penyintas, dan masyarakat secara luas. “Pendekatan multidisiplin yang tidak hanya berfokus pada aspek medis, tetapi juga menekankan pentingnya dukungan psikologis, pemulihan fungsional, dan kualitas hidup pasien setelah pengobatan menjadi ciri khas layanan kanker di RSCM,” jelasnya.

Kesadaran Deteksi Dini Kanker Masih Rendah

Sementara itu, Juru Bicara Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan di negara-negara maju, angka survival penderita kanker payudara bisa mencapai 90 persen. Sedang di Indonesia, hanya berkisar 40-50 persen karena 70 persen pasien kanker datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah stadium di atas 2.

“Kalau datang masih stadium 1 atau 2, angka harapan hidup lebih tinggi bahkan bisa hidup normal seperti orang pada umumnya,” katanya.

Ia mengakui meski deteksi dini menjadi kunci penting penanganan kanker payudara, namun persentasenya masih sangat rendah. Dari 41 juta perempuan pada 2024 berisiko, hanya sekitar 10,8 persen atau 4 juta saja yang melakukan skrining kanker payudara. “Mengapa masih sangat sedikit yang deteksi dini? Karena masih banyak orang menganggap tabu. Atau ketika kena kanker stadium awal, orang masih cari-cari obat alternatif, ada ketakutan kalau harus terapi di rumah sakit,” tegasnya.

Karena itu, dr Nadia mengajak masyarakat terutama kaum perepuan di atas usia 35-40 tahun untuk rutin melakukan deteksi dini kanker payudara. Baik melalui Sadari, maupun cek kesehatan di Puskesmas.

Sarasehan kanker payudara ini digelar RSCM sebagai bagian dari memperingati Breast Cancer Awareness Month 2025. Sebagai rumah sakit rujukan nasional, RSCM terus memperkuat perannya dalam menyediakan pelayanan kanker yang holistik, berbasis bukti ilmiah, dan berorientasi pada pasien.

Melalui kegiatan edukatif seperti sarasehan ini, RSCM berharap dapat memperluas jejaring kolaborasi, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini, serta memperkuat akses terhadap layanan pengobatan kanker yang merata di seluruh Indonesia. Dengan semangat kolaborasi dan dukungan semuapihak, kegiatan “Bincang Asik Seputar Kanker” diharapkan menjadi langkah konkret menuju masyarakat yang lebih peduli, tanggap, dan berdaya dalam menghadapi kanker payudara untuk peningkatan derajat kesehatan bangsa.

Pos terkait